Membakar Al-Quran tidak beradab pada manusia modern dan dapat memicu kehancuran peradaban
Jakarta (25/1). Pembakaran Alquran di Swedia dan Belanda menimbulkan reaksi kekerasan dari dunia Muslim. Para pemimpin ormas Islam mengkritik keras kebebasan berekspresi yang berlebihan, memperingatkan bahwa kegiatan ini adalah kebebasan yang tidak menghormati orang lain dan melahirkan Islamofobia.
“Kami dan ormas Islam lainnya mengutuk tindakan ini. Sementara demokrasi bercirikan kebebasan berekspresi, ada kesepakatan batasan yang tidak boleh dilanggar, yaitu Hak Asasi Manusia (HAM). Kebebasan beragama adalah hak yang paling penting dan mendasar,” kata Ketua DPP LDII KH Chriswanto Santoso.
KH Chriswanto menegaskan bahwa Islam juga mengajarkan larangan menghina Tuhan agama lain. Pesan ini, katanya, tertuang dalam Surat Al-An'am ayat 108. “Dan janganlah kamu melaknat orang-orang yang mereka sembah selain Allah, karena kelak mereka akan melaknat Allah dengan kemaksiatan tanpa mengetahuinya,” kutipnya.
Dia juga menyatakan bahwa sikap orang Turki yang membakar bendera Swedia merupakan tindakan balasan yang diperhitungkan. Mereka tidak mau balas dendam karena menghina Islam dengan membakar kitab suci orang lain. “Umat Islam Indonesia harus menyikapi dengan bijak dengan tidak membakar kitab suci orang lain atau merusak tempat ibadah agama lain sebagai pembalasan,” ujarnya. Tidak ada yang lebih buruk dan lebih menyedihkan daripada perang atas nama agama, meski itu hanya masalah politik.
Ia meminta pemerintah melarang Rasmus Paludan masuk ke Indonesia. Menurutnya, tidak pantas para pencemooh agama dan propagandis anti-Islam datang ke Indonesia. Dalam kondisi Indonesia yang majemuk tidak ada tempat bagi kaum intoleran. Ditambahkannya, Rasmus bisa memicu Islamofobia yang cenderung rasis karena terlalu takut terhadap Islam dan orang-orang yang menganut agama tersebut.
KH Chriswanto sependapat dengan pernyataan Ketua Lembaga Persahabatan Organisasi Islam (LPOI) dan Lembaga Persahabatan Organisasi Keagamaan (LPOK). Aqil Siradj mengatakan bahwa membakar kitab suci Alquran merupakan penistaan terhadap agama yang telah melukai hati umat Islam di seluruh dunia. Pada saat yang sama, mereka mengaburkan toleransi beragama dan merusak perdamaian dunia: “Kami khawatir pembakaran Alquran ini tidak akan memperpanjang krisis yang saat ini mencengkeram dunia. Kami tidak dapat menerima demokrasi atau kebebasan berbicara. Itu adalah bentuk kebebasan berekspresi yang kejam dan tidak menghormati hak asasi manusia," kata KH Chriswanto.
Singgih Tri Sulistiyono, Guru Besar Sejarah Universitas Diponegoro dan Ketua DPP LDII mengatakan, pembakaran Al Quran yang direncanakan oleh seorang politikus Swedia merupakan fenomena yang sangat meresahkan di era keterbukaan, globalisasi dan kemajuan. dalam teknologi komunikasi “Kasus seperti ini merupakan langkah mundur dalam perkembangan masyarakat yang semakin modern dan terbuka”, ujarnya.
Singgih menegaskan, jika kegiatan itu dilakukan pada abad ke-20 atau abad-abad sebelumnya, masih bisa dilacak. Saat itu, orang masih menunjukkan sektarianisme dan nasionalisme yang berlebihan, "tetapi pada titik ini, di mana kita hidup di abad ke-21, tidak akan ada lagi tindakan seperti itu," tambahnya.
Menurutnya, sikap yang diperlukan setelah memasuki Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 adalah sikap toleransi, saling menghargai, keberagaman, saling menerima perbedaan satu sama lain. Baik antar agama maupun kepercayaan suku, ras, budaya atau golongan.
“Ketika kitab suci, termasuk Alquran, Injil dan kitab suci lainnya dibakar, berarti mereka masih menggunakan sentimen agama untuk mengobarkan kebencian dan antipati terhadap kelompok lain,” katanya.
Fenomena di Eropa ini, kata Singgih, sangat berbahaya bagi proses pembangunan Society 5.0 atau masyarakat pasca revolusi di Era Industri 4.0: “Isu keimanan, agama dan identitas jangan dijadikan alat untuk menimbulkan kebencian di masa kini. era , yang memicu konflik kekerasan, peristiwa sosial di masyarakat, ”kata Singgih.
Ia juga mengingatkan, di era keterbukaan informasi, pembakaran kitab suci bisa memicu konflik dan kekerasan. Bahkan dapat berdampak pada pembantaian yang sangat berbahaya bagi kemanusiaan dan peradaban manusia, “Agama juga harus lebih banyak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak ada komentar: