Breaking

Ikuti Webinar, Ketua LDII Boyolali Ingatkan Pentingnya Persatuan



Boyolali - Pengurus DPD Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Boyolali mengikuti webinar kebangsaan yang digelar DPP LDII, Minggu (15/8) pagi. Dalam acara tersebut turut hadir pengurus Wanhat dan Pengurus Harian DPD LDII Boyolali.

Acara bertajuk ‘Peran Ormas Islam Membumikan Pancasila’ itu diikuti 3.000 pengurus MUI, DPW, dan DPD LDII, melibatkan 300 studio mini di 34 provinsi. 

Ketua DPD LDII Boyolali, H. Suwarjo  mengatakan, acara webinar wawasan kebangsaan ini sangat penting di tengah pandemi Covid-19. Hal ini juga sesuai dengan tema Kemerdekaan Indonesia, yakni Indonesia Tumbuh, Indonesia Tangguh. Bagi LDII, jika Indonesia terguncang, maka umat Islam tidak bisa melaksanakan ibadah dan berdakwah dengan baik. 

"Kita harus tetap menggelorakan nasionalisme. Tugas sebagai warga negara bukanlah mengeluh terhadap apa yang diberikan Allah (cobaan), namun bagaimana berikhtiar, bersama-sama keluar dari pandemi ini," ujar Suwarjo.

Sementara itu, Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso menegaskan, para pendiri bangsa telah menetapkan tujuan berdirinya bangsa dan negara ini dengan sangat elok, dalam pembukaan UUD 1945. 

Siapapun eksekutif pelaksana pemerintahan, pembukaan UUD 1945 menjadi acuannya. Menurutnya, kondisi dunia yang sedang prihatin akibat pandemi Covid-19 memberikan hikmah agar rakyat Indonesia saling bergotong royong, menyedekahkan harta dan tenaga yang dimiliki dalam penanganan pandemi Covid-19. 

Selain itu, pandemi Covid-19 juga memunculkan kesadaran pentingnya urusan kebangsaaan. "Musuh kebangsaan itu muncul untuk merusak persatuan dan kesatuan, berupa hoaks yang bertebaran di media sosial," ungkapnya. 



Menghadapi pandemi, Chriswanto menegaskan bahwa tugas sebagai warga negara bukanlah mengeluh terhadap apa yang diberikan Allah, namun bagaimana berikhtiar, mengatasi bersama-sama Covid-19 dan kembali Indonesia membangun perekonomiannya menuju Indonesia Emas 2045. 

Senada dengan Chriswanto, Kasubdis Lingkim Direktorat Bela Negara Ditjen Potensi Pertahanan Umum Kemhan Kolonel Adm Amiruddin Laupe, menegaskan pandemi Covid-19 seharusnya menjadi penguat nilai-nilai gotong royong. Menurutnya nilai gotong royong dari para pendahulu bangsa Indonesia, yang perlu ditanamkan hingga kini. 

Amiruddin Laupe mengatakan, gotong royong terkandung dalam empat konsensus kenegaraan, yakni Bhinneka Tunggal Ika. Lebih jauh lagi, gotong royong dalam Bhinneka Tunggal Ika itu dapat mengatasi ancaman aktual seperti terorisme dan radikalisme atau ancaman potensial seperti konflik terbuka.

“Toleransi dan gotong royong dalam Bhinneka Tunggal Ika adalah modal utama mempersatukan bangsa,” kata Amiruddin. Agar dapat melaksanakan praktik Bhinneka Tunggal Ika, bangsa Indonesia harus memahami arti penting dari Pancasila, yang dibumikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

Sementara itu Ketua DPP LDII yang juga Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro, Singgih Tri Sulistiyono mengatakan gotong-royong yang terkandung dalam Pancasila adalah pertanda bangsa yang beradab.

"Bangsa Indonesia tidak akan menjadi bangsa yang beradab jika tidak memiliki kemanusiaan, kebersamaan, dan tidak memiliki kesadaran untuk bergotong royong," tuturnya. 



Lebih lanjut ia mengatakan Indonesia rapuh, jika tanpa Pancasila. Singgih membuat kristalisasi pandangan LDII terhadap Pancasila, yang menegaskan bahwa bangsa Indonesia tanpa Pancasila akan rapuh. Pertama, Indonesia akan rapuh jika tidak punya pondasi religiusitas yang kuat, sebagaimana yang termaktub dalam sila pertama Pancasila, yakni ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.

Sependapat dengan Singgih, Direktur Bina Ideologi, Karakter, dan Wawasan Kebangsaan, Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum, Drajat Wisnu Setyawan mengingatkan bahwa nilai luhur Pancasila yang seharusnya menjadi pondasi dan praktik bernegara yang dicetuskan Bung Karno pada 1 Juni 1945. Namun, justru kini pemaknaannya semakin pudar. “Perlu sinergi bersama antara pemerintah, masyarakat, ormas dan lainnya untuk membumikan Pancasila,” kata Drajat.

Menurutnya, kondisi aktual saat ini yang berkaitan dengan kemajemukan Indonesia, yang disebabkan oleh keterbukaannya informasi dan kemajuan teknologi sehingga berdampak munculnya hoaks yang dapat memicu kericuhan, sehingga masyarakat dapat terprovokasi dengan isu SARA.

Ia mengatakan, hasil survei Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terhadap eksistensi Pancasila pada tahun 2019, menunjukkan bahwa dari 1.200 orang di 34 provinsi, sekitar 62 persen masih menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, 14 persen tidak mengetahui dan 24 persen mulai meninggalkan nilai-nilai Pancasila.

Untuk itu, dibutuhkan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh ormas sebagai bentuk lembaga demokrasi di Indonesia untuk mewujudkan Demokrasi Pancasila, untuk memperkuat ideologi Pancasila dan wawasan kebangsaan.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.